(Terimakasih untuk teman saya, Christopher Chandra,
yang memberi dukungan sehingga saya dapat membuat postingan ini.)
yang memberi dukungan sehingga saya dapat membuat postingan ini.)
Mawar : “Dari mana, Bung?”
Bunga : “Dari perpus, nih.”
Mawar : “Wah.. Ngambis, yah?”
Bunga : “Enak aja.. Gak ngambis, kok. Aku di perpus tadi cuma ngujang, bro”
Mawar : “Oh, ngujang.. Baguslah.. Saya cus dulu ya! Salam foto mantan!”
Bunga : “Salam foto mantan!”
Bunga : “Dari perpus, nih.”
Mawar : “Wah.. Ngambis, yah?”
Bunga : “Enak aja.. Gak ngambis, kok. Aku di perpus tadi cuma ngujang, bro”
Mawar : “Oh, ngujang.. Baguslah.. Saya cus dulu ya! Salam foto mantan!”
Bunga : “Salam foto mantan!”
Percakapan di atas sengaja saya buat menggunakan beberapa
kata yang sedang tren di ITB:
1)
Perpus
2)
Ngambis
3)
Ngujang
4)
Salam foto mantan
Bagi anak TPB 2015 ceria
pasti paham dengan kata-kata di
atas, tren banget kan? Pada dasarnya ketiga kata di atas berujung pada satu hal
yang sama, yakni pembelajaran. You know what I mean, bro. Dan agar
tidak terjadi kesalah-pahaman, maka saya menyamarkan nama kedua mahasiswa ini.
Yang pertama sebut saja Mawar dan yang kedua sebut saja Bunga. “Mawar kok
laki-laki?” Sekali lagi, agar terjaga privasinya maka saya benar-benar memberi
nama samaran sesamar mungkin. Oke?
Baik, saya ingin mengajukan pertanyaan: “Apakah tema dari
percakapan di atas?”, maaf itu pertanyaan yang pasti ada di setiap textbook Bahasa Indonesia dan
sangat-sangat mainstream. Jadi,
pertanyaannya saya ganti menjadi: “Apa itu Ngujang?”
Ngujang, kata yang
sudah menjadi trending topic seantero ITB khususnya bagi para mahasiswa baru
yang menyaksikan langsung bagaimana sosok di balik kata ini menginspirasi 3688
mahasiswa baru di auditorium Sasana Budaya Ganesha (SABUGA). Siapalagi kalau
bukan Kak Ujang Purnama (Farmasi
2011), peraih Juara 1 Mahasiswa Berprestasi Utama tingkat ITB sekaligus Ganesha
Prize 2015.
Awalnya saya sempat tidak percaya diri ketika mendapatkan
ide untuk mewawancarai sosok yang lahir di Karawang tanggal 24 Agustus 1992
ini, karena sebagai TPB saya merasa bakal kesulitan untuk menemui seorang
Mapres ITB. Namun ternyata dugaan saya salah besar, Kak Ujang sangat
menyambut interview ini sehingga alhamdulillah semuanya berjalan lanjar dan selow (seperti kata OTW, kata selow juga punya
banyak makna). Oke, bagi saya pribadi, saya telah mendapat banyak pelajaran
berharga dari beliau dan tentunya saya ingin pengunjung setia blog ini juga
mendapatkan hal yang sama. Penasaran bagaimana motivasi Kak Ujang sehingga
dapat mencapai prestasi yang begitu gemilang ini? Dan benarkah kalau beliau
tidak tahu mengenai kata “Ngujang”? Ayo kita gali inspirasi demi inspirasi dari
sosok Kak Ujang Purnama! Cekidot, bray!
***
Pertama sekali saya
ingin menanyakan apa sih kegiatan kakak akhir-akhir ini?
Sekarang sih saya kuliah udah gak ada lagi dan penelitiannya
juga udah selesai. Jadi tinggal menunggu wisuda di bulan Oktober nanti. Selain
itu juga ada kegiatan seperti hari Sabtu nanti ke Jepang dan insya Allah juga
ke Belanda nanti.
Sebelum jadi Mapres,
kakak ikut kegiatan apa saja ya?
Kalau unit sih saya gak bertahan lama, ya. Jadi waktu TPB
saya ikut ISO (ITB Student Orchestra)
dan juga ikut SEF (Student English Forum),
udah dua itu, cuma bertahan setahun doang sih. Terus di tingkat dua saya aktif
di himpunan, tapi di Salman saya aktif di panitia pelaksana Ramadhan, panitia
Idul Adha. Kegiatan di luar saya juga banyak, saya mengikuti kegiatan Kampus
Peduli yaitu organisai gabungan universitas di Bandung yang kegiatannya bakti
sosial di desa-desa, balai pengobatan gratis, dan lain-lain.
Menurut saya pribadi
kegiatan kakak cukup banyak, ya. Nah, ada satu pertanyaan yang klasik, yaitu
bagaimana cara kakak membagi waktu?
Kalau bagi waktu, sih saya pake skala prioritas, kan di SSDK
diajarin ya? Nah di SSDK itu kepake banget ilmunya. Dulu namanya Seven Habbit,
yaitu kebiasaan-kebiasaan baik bagi mahasiswa. Jadi, saya pakai skala
prioritas. Prioritas utama itu pasti kuliah, kuliah gak boleh bolos sama
sekali. Bagaimanapun kegiatan yang diadakan unit, jika menganggu kuliah maka
kita harus lebih memilih kuliah.
Tapi gak boleh gak ikut unit, unit itu harus. Dengan
syarat, ketika kuliah jangan memikirkan unit dan ketika kegiatan unit jangan
memikirkan kuliah. Jika dipersenkan, kuliah 100% dan unit 100%, bukan 50% dan
50%.
Selanjutnya lebih
spesifik ke cara belajar, gimana sih cara belajar yang efektif menurut kakak?
Menurut saya cara yang paling efektif adalah sharing dengan teman. Jadi, di kelas
perhatikan dosen lalu bawa pulang untuk dipelajari sendiri, catat poin-poinnya
baru sharing ke yang lain. Keuntungan
kita dari sharing yang pertama sekali
adalah ilmu dari yang lain bisa terserap oleh kita dan ilmu kita juga bisa
dipakai oleh yang lainnya.
Di acara-acara sebelum ini seperti Emotional Intelligent, SSDK, kuliah wawasan, dan lain-lain sering sekali pembicara menegaskan bahwa game online sangat menganggu perkuliahan. Menurut kakak bagaimana, ya?
Saya sih diantara teman-teman paling culun itu masalah ini.
Saya yang paling gak bisa main game, bahkan dari kecil gak main game. Tapi
sebenarnya asal kita bisa atur waktunya. Soalnya game juga gak salah dilakukan,
tapi ada waktunya. Kembali lagi ingat tujuan kuliah pengen dapat apa? Kalau
memang tujuannya besar, pengen IPK-nya bagus, pengen lulus tepat waktu, atau
pengen kerja ditempat yang bagus harus belajar yang benar, sehingga game itu
cuma selingan. Misalnya kalau lagi bete,
main game gak apa-apa. Jadi menurut saya jika game itu dilarang juga gak boleh,
intinya main game di waktu tepat.
Sekarang kita sampai
di saat kakak menerima Ganesha Prize. Apakah sebelumnya kakak udah kepikiran
dapat penghargaan ini?
Dulu waktu saya mengikuti penerimaan mahasiswa baru juga ada
Ganesha Prize. Saya juga dapat inspirasi karena kebetulan waktu itu penerima
penghargaannya juga dari Sekolah Farmasi. Menurut saya, kuliah ngapain lagi
kalau bukan asah hard skill sekaligus
soft skill dan di kriteria Mapres
(Mahasiswa Berprestasi) sudah mencakup itu semua yang diinginkan oleh ITB.
Jadi, saya harus kejar itu.
Tetapi sebenarnya setelah mendapatkan penghargaan ini malah
menjadi beban bagi saya. Maksudnya dengan menyandang titel ini jika saya
melakukan kesalahan, itu bakal beban buat diri saya sendiri.
Saat itu juga, orang
tua kakak diundang mengikuti prosesi penyerahan Ganesha Prize dan menurut saya
orang tua mana yang gak bangga diundang karena anaknya menerima penghargaan
Ganesha Prize. Nah, bagaimana perasaan orang tua kakak saat mengetahui hal itu?
Setelah melihat kakak
dan yang lainnya menerima penghargaan-penghargaan, pastinya kami para mahasiswa
baru awalnya jadi punya semangat yang berkobar-kobar gitu lho kak. Tapi,
biasanya pasti bakal ketemu denga rasa malas. Bagaimana sih mengatasi rasa
malas itu?
Mengenai malas,
menurut saya ibarat puasa aja ya. Jadi, puasa itu seharian gak boleh makan, gak
boleh minum, dan menahan hawa nafsu. Kalau kita makan maka batal puasanya dong.
Begitu juga dengan keseharian, kalau kita malas ibaratnya makan saat puasa, gak
boleh malas gitu dan harus dipaksa. Sebenarnya gak ada cara lain buat malas itu
selain dipaksa.
“Sebenarnya gak ada cara lain buat malas itu selain dipaksa.”
Selain itu, awalnya teman-teman pasti semangat belajar lalu
ditengahnya keok karena lihat yang baru-baru. Contohnya aktif di unit, nah di
unit itu kebablasan biasanya jika keasyikan main. Sehingga berpikiran bahwa IP
itu gak penting dengan kata lain udah beralih tujuan. Dari awalnya pengen dapat
Ganesha Prize dan IPK bagus, tiba-tiba tujuannya beralih pengen aktif di unit
atau jadi ketua unit. Jadi menurut saya harus belajar yang benar agar dapat IPK
yang bagus dan aktif di unit juga, sehingga semuanya keambil. Saya tegaskan
bahwa jika hanya mengejar IPK doang itu salah banget, dan juga jangan
mendewakan unit. Karena walaupun kita dapat IPK 4,00 tapi gak ikut unit, kerja
kita susah karena gak punya teman.
Setelah hari itu, tiba-tiba ada istilah baru di
kalangan mahasiswa baru dan mungkin juga di kalangan kakak tingkat, yakni “Ngujang”. Bisa dibilang kalau kakak udah
menginspirasi sebagian besar mahasiswa baru. Menurut kak bagaimana menanggapi
fenomena ini, kak? Dan bagaimana dengan istilah lain, yakni “Ngambis”?
Serius? Saya gak tahu lho. Hahahaha.
Tapi, ya Alhamdulillah dong, berarti sesuai dengan motto
hidup saya: “belajar itu ibadah, prestasi itu dakwah” dan satu lagi seperti
kata Nabi Muhammad bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang
lain. Maksudnya begini, kita hidup di dunia buat apalagi kalau bukan untuk
bermanfaat bagi orang lain. Jadi kalau misalnya teman-teman terinspirasi dengan
itu, ya bagus banget.
Belajar itu ibadah, prestasi itu dakwah.
Untuk ngambis biar
dapat IPK 4,00, kata saya tu gampang, gampang banget tinggal belajar
aja. Caranya cari soal-soal, terus cari kisi-kisinya, cari bocoran, bahas soal
tiap hari, dan ujian tepat waktu. Udah, beres. Tapi jika kamu lulus dengan IPK
4,00, gak akan ikut kegiatan, gak akan dapat kesempatan keluar negeri, dan
bakal susah dapat pekerjaan.
Untuk yang terakhir
sekaligus sebagai closing statement,
kak. Apa sih motivasi kakak sehingga kakak sampai di prestasi yang sangat
membanggakan seperti ini?
Sebenarnya itu lebih ke mensyukuri apa yang udah didapat aja
sih. Soalnya saya juga bukan dari keluarga yang kaya raya, jadi harus berjuang
sendiri. Maksudnya begini, dala berpikir itu jangan hanya disini aja, di ITB,
tapi pikirkan sampai akhir. Kalau di agama saya, agama Islam, tujuan akhir itu
akhirat. Nah, kalau tujuan akhir itu akhirat berarti untuk mencapai akhirat itu
apa saja yang dibutuhkan. Karena tujuan akhir itu bukan bekerja, menikah, dapat
uang, kan? Itu cuma salah satu jalan menuju akhirat.
Jadi untuk menuju akhirat itu apa saja yang dibutuhkan ada
di Al-Qur’an dan Al-Hadits yang disebutkan perjuangkan agama kamu dan pelajari
agama kamu sebaik mungkin. Nah, di Islam disuruhnya apa coba? Yaitu jadi
manusia yang unggul agar Islamnya jadi tegak. Maka aku sih motivasinya jadi
manusia yang unggul supaya gak kalah sama manusia yang lainnya. Singkatnya,
kita bagaimanapun harus jadi manusia yang unggul.
“Singkatnya, kita harus menjadi manusia yang unggul.”-Ujang Purnama-
Gaes.. Jangan lupa komentar dan tekan tombol share nya, ya! Semoga bermanfaat bagi kita semua..
BalasHapusMaka kata "ngujang" sudah sporadis
BalasHapusKeren bro (y) Jangan lupa mampir juga di www.priandip.my.id
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapuskeren baaall... eksekusi jugaaa, SUKSES hahaja
BalasHapusnulvonoid.wordpress.com
Selalu kereeen
BalasHapusMantap, Bal. Semoga dengan tulisan ini kamu juga bisa menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain.
BalasHapusKeep writing bro...
Inspiratif banget dan enak dibacanya. Sering-sering share post kayak gini yaa. Ntap
BalasHapusQuote yg sederhana namun sarat makna. Semoga kita semua tidak kehilangan tujuan awal kita untuk menjadi sebaik-baiknya manusia, yang selalu bermanfaat bagi orang lain. Semangat ITB 2015! Semoga bisa segera menyusul untuk menulis :)
BalasHapusQuote yg sederhana namun sarat makna. Semoga kita semua tidak kehilangan tujuan awal kita untuk menjadi sebaik-baiknya manusia, yang selalu bermanfaat bagi orang lain. Semangat ITB 2015! Semoga bisa segera menyusul untuk menulis :)
BalasHapusQuote yg sederhana namun sarat makna. Semoga kita semua tidak kehilangan tujuan awal kita untuk menjadi sebaik-baiknya manusia, yang selalu bermanfaat bagi orang lain. Semangat ITB 2015! Semoga bisa segera menyusul untuk menulis :)
BalasHapusMumtaz!! :D
BalasHapus