Selasa, 01 September 2015

Ngujang with Ujang Purnama




(Terimakasih untuk teman saya, Christopher Chandra,
yang memberi dukungan sehingga saya dapat membuat postingan ini.)

Mawar                 : “Dari mana, Bung?”
Bunga                 : “Dari perpus, nih.”
Mawar                 : “Wah.. Ngambis, yah?”
Bunga                 : “Enak aja.. Gak ngambis, kok. Aku di perpus tadi cuma ngujang, bro”
Mawar                 : “Oh, ngujang.. Baguslah.. Saya cus dulu ya! Salam foto mantan!”
Bunga                 : “Salam foto mantan!”

Percakapan di atas sengaja saya buat menggunakan beberapa kata yang sedang tren di ITB:
1)      Perpus
2)      Ngambis
3)      Ngujang
4)      Salam foto mantan

Bagi anak TPB 2015 ceria pasti paham dengan kata-kata di atas, tren banget kan? Pada dasarnya ketiga kata di atas berujung pada satu hal yang sama, yakni pembelajaran. You know what I mean, bro. Dan agar tidak terjadi kesalah-pahaman, maka saya menyamarkan nama kedua mahasiswa ini. Yang pertama sebut saja Mawar dan yang kedua sebut saja Bunga. “Mawar kok laki-laki?” Sekali lagi, agar terjaga privasinya maka saya benar-benar memberi nama samaran sesamar mungkin. Oke?

Baik, saya ingin mengajukan pertanyaan: “Apakah tema dari percakapan di atas?”, maaf itu pertanyaan yang pasti ada di setiap textbook Bahasa Indonesia dan sangat-sangat mainstream. Jadi, pertanyaannya saya ganti menjadi: “Apa itu Ngujang?”

Ngujang, kata yang sudah menjadi trending topic seantero ITB khususnya bagi para mahasiswa baru yang menyaksikan langsung bagaimana sosok di balik kata ini menginspirasi 3688 mahasiswa baru di auditorium Sasana Budaya Ganesha (SABUGA). Siapalagi kalau bukan Kak Ujang Purnama (Farmasi 2011), peraih Juara 1 Mahasiswa Berprestasi Utama tingkat ITB sekaligus Ganesha Prize 2015.


Awalnya saya sempat tidak percaya diri ketika mendapatkan ide untuk mewawancarai sosok yang lahir di Karawang tanggal 24 Agustus 1992 ini, karena sebagai TPB saya merasa bakal kesulitan untuk menemui seorang Mapres ITB. Namun ternyata dugaan saya salah besar, Kak Ujang sangat menyambut  interview ini sehingga alhamdulillah semuanya berjalan lanjar dan selow (seperti kata OTW, kata selow juga punya banyak makna). Oke, bagi saya pribadi, saya telah mendapat banyak pelajaran berharga dari beliau dan tentunya saya ingin pengunjung setia blog ini juga mendapatkan hal yang sama. Penasaran bagaimana motivasi Kak Ujang sehingga dapat mencapai prestasi yang begitu gemilang ini? Dan benarkah kalau beliau tidak tahu mengenai kata “Ngujang”? Ayo kita gali inspirasi demi inspirasi dari sosok Kak Ujang Purnama! Cekidot, bray!  

***

Pertama sekali saya ingin menanyakan apa sih kegiatan kakak akhir-akhir ini?
Sekarang sih saya kuliah udah gak ada lagi dan penelitiannya juga udah selesai. Jadi tinggal menunggu wisuda di bulan Oktober nanti. Selain itu juga ada kegiatan seperti hari Sabtu nanti ke Jepang dan insya Allah juga ke Belanda nanti.

Sebelum jadi Mapres, kakak ikut kegiatan apa saja ya?
Kalau unit sih saya gak bertahan lama, ya. Jadi waktu TPB saya ikut ISO (ITB Student Orchestra) dan juga ikut SEF (Student English Forum), udah dua itu, cuma bertahan setahun doang sih. Terus di tingkat dua saya aktif di himpunan, tapi di Salman saya aktif di panitia pelaksana Ramadhan, panitia Idul Adha. Kegiatan di luar saya juga banyak, saya mengikuti kegiatan Kampus Peduli yaitu organisai gabungan universitas di Bandung yang kegiatannya bakti sosial di desa-desa, balai pengobatan gratis, dan lain-lain.

Menurut saya pribadi kegiatan kakak cukup banyak, ya. Nah, ada satu pertanyaan yang klasik, yaitu bagaimana cara kakak membagi waktu?
Kalau bagi waktu, sih saya pake skala prioritas, kan di SSDK diajarin ya? Nah di SSDK itu kepake banget ilmunya. Dulu namanya Seven Habbit, yaitu kebiasaan-kebiasaan baik bagi mahasiswa. Jadi, saya pakai skala prioritas. Prioritas utama itu pasti kuliah, kuliah gak boleh bolos sama sekali. Bagaimanapun kegiatan yang diadakan unit, jika menganggu kuliah maka kita harus lebih memilih kuliah.   
Tapi gak boleh gak ikut unit, unit itu harus. Dengan syarat, ketika kuliah jangan memikirkan unit dan ketika kegiatan unit jangan memikirkan kuliah. Jika dipersenkan, kuliah 100% dan unit 100%, bukan 50% dan 50%.

Selanjutnya lebih spesifik ke cara belajar, gimana sih cara belajar yang efektif menurut kakak?
Menurut saya cara yang paling efektif adalah sharing dengan teman. Jadi, di kelas perhatikan dosen lalu bawa pulang untuk dipelajari sendiri, catat poin-poinnya baru sharing ke yang lain. Keuntungan kita dari sharing yang pertama sekali adalah ilmu dari yang lain bisa terserap oleh kita dan ilmu kita juga bisa dipakai oleh yang lainnya. 


Di acara-acara sebelum ini seperti Emotional Intelligent, SSDK, kuliah wawasan, dan lain-lain sering sekali pembicara menegaskan bahwa game online sangat menganggu perkuliahan. Menurut kakak bagaimana, ya?
Saya sih diantara teman-teman paling culun itu masalah ini. Saya yang paling gak bisa main game, bahkan dari kecil gak main game. Tapi sebenarnya asal kita bisa atur waktunya. Soalnya game juga gak salah dilakukan, tapi ada waktunya. Kembali lagi ingat tujuan kuliah pengen dapat apa? Kalau memang tujuannya besar, pengen IPK-nya bagus, pengen lulus tepat waktu, atau pengen kerja ditempat yang bagus harus belajar yang benar, sehingga game itu cuma selingan. Misalnya kalau lagi bete, main game gak apa-apa. Jadi menurut saya jika game itu dilarang juga gak boleh, intinya main game di waktu tepat.

Sekarang kita sampai di saat kakak menerima Ganesha Prize. Apakah sebelumnya kakak udah kepikiran dapat penghargaan ini?
Dulu waktu saya mengikuti penerimaan mahasiswa baru juga ada Ganesha Prize. Saya juga dapat inspirasi karena kebetulan waktu itu penerima penghargaannya juga dari Sekolah Farmasi. Menurut saya, kuliah ngapain lagi kalau bukan asah hard skill sekaligus soft skill dan di kriteria Mapres (Mahasiswa Berprestasi) sudah mencakup itu semua yang diinginkan oleh ITB. Jadi, saya harus kejar itu.
Tetapi sebenarnya setelah mendapatkan penghargaan ini malah menjadi beban bagi saya. Maksudnya dengan menyandang titel ini jika saya melakukan kesalahan, itu bakal beban buat diri saya sendiri.

Saat itu juga, orang tua kakak diundang mengikuti prosesi penyerahan Ganesha Prize dan menurut saya orang tua mana yang gak bangga diundang karena anaknya menerima penghargaan Ganesha Prize. Nah, bagaimana perasaan orang tua kakak saat mengetahui hal itu?

Saya termasuk yang jarang bilang ke orang tua, misalnya ketika saya dapat beasiswa di Jepang atau magang di Jepang orang tua saya gak tahu. Kalau misalnya dapat juara lomba apa saya cuma kasih tahu juara berapa dan dapat uang berapa, memang udah biasa begitu sih. Lalu saat  diundang ke Sabuga, ya udah orang tua saya datang dan awalnya gak expect dipanggil maju ke depan. Tapi ketika orang tua saya diminta kedepan dan salaman sama rektor, mereka sangat senang. Senang banget.



Setelah melihat kakak dan yang lainnya menerima penghargaan-penghargaan, pastinya kami para mahasiswa baru awalnya jadi punya semangat yang berkobar-kobar gitu lho kak. Tapi, biasanya pasti bakal ketemu denga rasa malas. Bagaimana sih mengatasi rasa malas itu?
 Mengenai malas, menurut saya ibarat puasa aja ya. Jadi, puasa itu seharian gak boleh makan, gak boleh minum, dan menahan hawa nafsu. Kalau kita makan maka batal puasanya dong. Begitu juga dengan keseharian, kalau kita malas ibaratnya makan saat puasa, gak boleh malas gitu dan harus dipaksa. Sebenarnya gak ada cara lain buat malas itu selain dipaksa.

“Sebenarnya gak ada cara lain buat malas itu selain dipaksa.”

Selain itu, awalnya teman-teman pasti semangat belajar lalu ditengahnya keok karena lihat yang baru-baru. Contohnya aktif di unit, nah di unit itu kebablasan biasanya jika keasyikan main. Sehingga berpikiran bahwa IP itu gak penting dengan kata lain udah beralih tujuan. Dari awalnya pengen dapat Ganesha Prize dan IPK bagus, tiba-tiba tujuannya beralih pengen aktif di unit atau jadi ketua unit. Jadi menurut saya harus belajar yang benar agar dapat IPK yang bagus dan aktif di unit juga, sehingga semuanya keambil. Saya tegaskan bahwa jika hanya mengejar IPK doang itu salah banget, dan juga jangan mendewakan unit. Karena walaupun kita dapat IPK 4,00 tapi gak ikut unit, kerja kita susah karena gak punya teman.

Setelah hari itu, tiba-tiba ada istilah baru di kalangan mahasiswa baru dan mungkin juga di kalangan kakak tingkat, yakni “Ngujang”. Bisa dibilang kalau kakak udah menginspirasi sebagian besar mahasiswa baru. Menurut kak bagaimana menanggapi fenomena ini, kak? Dan bagaimana dengan istilah lain, yakni “Ngambis”?
Serius? Saya gak tahu lho. Hahahaha.
Tapi, ya Alhamdulillah dong, berarti sesuai dengan motto hidup saya: “belajar itu ibadah, prestasi itu dakwah” dan satu lagi seperti kata Nabi Muhammad bahwa sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. Maksudnya begini, kita hidup di dunia buat apalagi kalau bukan untuk bermanfaat bagi orang lain. Jadi kalau misalnya teman-teman terinspirasi dengan itu, ya bagus banget.

Belajar itu ibadah, prestasi itu dakwah.

Untuk ngambis biar dapat IPK 4,00, kata saya tu gampang, gampang banget tinggal belajar aja. Caranya cari soal-soal, terus cari kisi-kisinya, cari bocoran, bahas soal tiap hari, dan ujian tepat waktu. Udah, beres. Tapi jika kamu lulus dengan IPK 4,00, gak akan ikut kegiatan, gak akan dapat kesempatan keluar negeri, dan bakal susah dapat pekerjaan.

Untuk yang terakhir sekaligus sebagai closing statement, kak. Apa sih motivasi kakak sehingga kakak sampai di prestasi yang sangat membanggakan seperti ini?
Sebenarnya itu lebih ke mensyukuri apa yang udah didapat aja sih. Soalnya saya juga bukan dari keluarga yang kaya raya, jadi harus berjuang sendiri. Maksudnya begini, dala berpikir itu jangan hanya disini aja, di ITB, tapi pikirkan sampai akhir. Kalau di agama saya, agama Islam, tujuan akhir itu akhirat. Nah, kalau tujuan akhir itu akhirat berarti untuk mencapai akhirat itu apa saja yang dibutuhkan. Karena tujuan akhir itu bukan bekerja, menikah, dapat uang, kan? Itu cuma salah satu jalan menuju akhirat.

Jadi untuk menuju akhirat itu apa saja yang dibutuhkan ada di Al-Qur’an dan Al-Hadits yang disebutkan perjuangkan agama kamu dan pelajari agama kamu sebaik mungkin. Nah, di Islam disuruhnya apa coba? Yaitu jadi manusia yang unggul agar Islamnya jadi tegak. Maka aku sih motivasinya jadi manusia yang unggul supaya gak kalah sama manusia yang lainnya. Singkatnya, kita bagaimanapun harus jadi manusia yang unggul.



“Singkatnya, kita harus menjadi manusia yang unggul.”
-Ujang Purnama-

12 komentar:

  1. Gaes.. Jangan lupa komentar dan tekan tombol share nya, ya! Semoga bermanfaat bagi kita semua..

    BalasHapus
  2. Maka kata "ngujang" sudah sporadis

    BalasHapus
  3. Keren bro (y) Jangan lupa mampir juga di www.priandip.my.id

    BalasHapus
  4. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  5. keren baaall... eksekusi jugaaa, SUKSES hahaja

    nulvonoid.wordpress.com

    BalasHapus
  6. Mantap, Bal. Semoga dengan tulisan ini kamu juga bisa menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain.
    Keep writing bro...

    BalasHapus
  7. Inspiratif banget dan enak dibacanya. Sering-sering share post kayak gini yaa. Ntap

    BalasHapus
  8. Quote yg sederhana namun sarat makna. Semoga kita semua tidak kehilangan tujuan awal kita untuk menjadi sebaik-baiknya manusia, yang selalu bermanfaat bagi orang lain. Semangat ITB 2015! Semoga bisa segera menyusul untuk menulis :)

    BalasHapus
  9. Quote yg sederhana namun sarat makna. Semoga kita semua tidak kehilangan tujuan awal kita untuk menjadi sebaik-baiknya manusia, yang selalu bermanfaat bagi orang lain. Semangat ITB 2015! Semoga bisa segera menyusul untuk menulis :)

    BalasHapus
  10. Quote yg sederhana namun sarat makna. Semoga kita semua tidak kehilangan tujuan awal kita untuk menjadi sebaik-baiknya manusia, yang selalu bermanfaat bagi orang lain. Semangat ITB 2015! Semoga bisa segera menyusul untuk menulis :)

    BalasHapus