Jumat, 24 Juli 2015

Stay Hungry! Stay Foolish!

                Di postingan sebelum ini, Let’s Talk About Future, saya mencoba menjelaskan apa sih kira-kira isi dari Blog ini. Mungkin sudah cukup jelas, saya ingin berbagi berbagai hal seperti pelajaran, pelajaran, dan pelajaran. Loh kok? Bro, hidup adalah proses belajar. Bro, hidup adalah proses belajar. Jadi, tidak hanya akan saya posting mengenai pelajaran di kelas saja, namun pengalaman-pengalaman yang jauh lebih berharga dari cara menemukan nilai π. Satu lagi yang ingin saya tekankan, saya tidak sedang promosi Nasi Padang.

                Berbicara mengenai Nasi Padang, erat hubungannya dengan makanan. Makanan? Iya, makanan. Sesuatu yang dapat dimakan. Sebagaimana salah satu pegertian dari matematika di Wikipedia yang bisa dilihat disini. Dari sekian banyak pengertian, pengertian menyatakan  "Mathematics is what mathematicians do." adalah yang paling mencakup semuanya. Sangat elegan. Beranjak dari hal itu saya mencoba memberi pengertian tentang makanan sebagai sesuatu yang dapat dimakan. Cukup elegan.


                Cukup sampai disini kita berbicara mengenai makanan, kita menuju kepada hal yang lebih penting yakni matematikakan. Saya perjelas; makan. Kapan matematikanya? Sabar, masih dalam suasana libur, bro. Jika tadi kita membicarakan mengenai objeknya, sekarang kita mencoba berbicara mengenai kata kerjanya.

                To eat. Saya memiliki sedikit “kekurangan” dalam masalah ini. Saya tidak terlalu termotivasi untuk makan dan tentunya berimplikasi ke bentuk tubuh. Yeah, you know it, slim, bro. Bahkan setiap kali saya ke dokter (saya sangat jarang ke dokter), atau bertemu orang yang memiliki hubungan dengan masalah kesehatan, mereka hanya memiliki satu saran, satu nasehat, yakni perbanyaklah makan.

                Mungkin kita sering mendengar tebakan yang menanyakan hidup untuk makan atau makan untuk hidup. Sejujurnya saya tidak peduli. Tapi ini memiliki makna yang sangat dalam, yakni apa motivasi kita dalam hal “makan”. Terdapat dua tipe manusia; yang  mencurahkan hidupnya hanya untuk menikmati makanan dan manusia yang hanya memanfaatkan makanan sekedar untuk melanjutkan hidup. Sepertinya saya sangat kokoh sebagai manusia tipe yang kedua.

                Saya tidak menyatakan bahwa makan itu tidak penting, sangat penting sekali. Penting banget. Tetapi disini saya berbicara frekuensi dalam melakukan “makan”. Sebagai manusia tipe kedua, saya memiliki momen yang sangat krusial (terlalu dramatis?) sehingga saya sangat termotivasi untuk makan. Momen itu adalah ketika lapar.

                Motivasi terbesar orang untuk makan adalah ketika lapar. Ketika benar-benar lapar, orang akan berusaha semaksimal mungkin untuk makan. Dan suatu kebahagiaan yang sangat luar biasa ketika telah menghilangkan rasa lapar tersebut. Dalam hadis qudsi Allah Ta’ala berfirman,

Bagi orang yang melaksanakan puasa ada dua kebahagiaan; kebahagiaan ketika berbuka, dan kebahagiaan ketika bertemu dengan Rabbnya.(muttafaq ‘alaihi).

Bisa jadi salah satu hal yang dikejar oleh para penikmat puasa adalah saat berbuka, tentunya selain dari mengejar pahala dan keutamaan-keutamaan lain yang telah Allah Ta’ala janjikan.

Saat kita merasa di titik terendah itulah yang menjadi momen untuk merubah keadaan menjadi terasa lebih baik. Kita akan makan ketika lapar, kita akan minum ketika haus, kita akan mandi ketika merasa gerah, kita akan tidur ketika merasa ngantuk, kita akan bertemu ketika rindu (oops), kita akan mencari uang ketika tidak memiliki apa-apa, dan kita akan belajar ketika merasa bodoh. That’s the point! Kita akan mati-matian belajar ketika merasa sangat bodoh.

Seperti halnya makan, seenak apapun makan (gratis) jika ditawarkan kepada kita dalam keadaan kenyang, sangat kenyang, kita akan menolaknya. Begitu juga jika kita merasa diri telah hebat, merasa diri telah mengetahui banyak hal, kita akan cenderung enggan untuk belajar. Kita ambil titik baliknya, kita setidaknya harus merasa bodoh. Ya, merasa diri kita bodoh.

Hal yang saya sebutkan diatas telah sering saya gunakan. Namun saya dibuat takjub ketika mengetahui bahwa Steve Jobs juga pernah menyatakan hal yang hampir sama. Saya baru mengetahui hal ini karena saya cukup tidak tahu banyak mengenai Steve Jobs. Lalu tiba-tiba saya berusaha mengenal lebih dalam beliau setelah menonton film “Jobs”, film yang sangat inspiratif dan juga menghibur, bagi yang belum nonton saya rekomendasikan.

Jobs dalam pidatonya saat Acara Wisuda Stanford University, 2005, berkisah mengenai kehidupan pribadinya dari kecil bahkan saat baru lahir hingga mencapai kesuksesan atas perusahaan Apple Inc dan animasi Pixar. Ia memberi judul pidatonya “Stay Hungry, Stay Foolish”. Judul yang sangat singkat untuk makna yang sangat dalam. Bahkan orang bebas mengartikan maksud dari ungkapan tersebut, dan postingan saya ini semoga bisa dihubungkan dengan kalimat tersebut; “Stay Hungry, Stay Foolish”.

Di bawah ini saya mengutip bagian akhir dari pidato yang sangat inspiratif ini, namun bagi yang ingin membaca terjemahannya secara keseluruhan bisa klik disini. Sekian. Stay hungry! Stay Foolish!

Ketika saya masih muda, ada satu penerbitan hebat yang bernama “The Whole Earth Catalog“, yang menjadi salah satu buku pintar generasi saya. Buku itu diciptakan oleh seorang bernama Stewart Brand yang tinggal tidak jauh dari sini di Menlo Park, dan dia membuatnya sedemikian menarik dengan sentuhan puitisnya. Waktu itu akhir 1960-an, sebelum era komputer dan desktop publishing, jadi semuanya dibuat dengan mesin tik, gunting, dan kamera polaroid. Mungkin seperti Google dalam bentuk kertas, 35 tahun sebelum kelahiran Google: isinya padat dengan tips-tips ideal dan ungkapan-ungkapan hebat. Stewart dan timnya sempat menerbitkan beberapa edisi “The Whole Earth Catalog”, dan ketika mencapai titik ajalnya, mereka membuat edisi terakhir. Saat itu pertengahan 1970-an dan saya masih seusia Anda. Di sampul belakang edisi terakhir itu ada satu foto jalan pedesaan di pagi hari, jenis yang mungkin Anda lalui jika suka bertualang. Di bawahnya ada kata-kata: “Stay Hungry. Stay Foolish.” (Jangan Pernah Puas. Selalu Merasa Bodoh). Itulah pesan perpisahan yang dibubuhi tanda tangan mereka. Stay Hungry. Stay Foolish. Saya selalu mengharapkan diri saya begitu. Dan sekarang, karena Anda akan lulus untuk memulai kehidupan baru, saya harapkan Anda juga begitu. Stay Hungry. Stay Foolish.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar