Kami sekarang berlima, pulang dari kampus sebagai peserta uji dengar, mencoba berkemahasiswaan. Sambil jalan, sambil berkomentar tentang jalannya uji dengar tadi serta tentang calon-calon presiden kampus. Pukul satu malam serasa pukul empat sore, bedanya tak ada orang dan tak ada gerobak jajanan.
Sampai ditengah-tengah Jalan Pelesiran, hampir menuju warkop yang jadi tempat perhentian di malam ini, kami dihentikan oleh jasad dari tikus, tikus yang telah mati, sepertinya. Kami terpana, lalu saling bertatap mata, lalu melanjutkan langkah menuju warkop.
Tak seperti biasanya, kami tak langsung berkata setengah teriak memesan indomi goreng dobel pakai telor. Masih terdiam, seperti setelah mendapatkan nilai ujian tengah semester.
"Harus ada yang memulai pembicaraan", ujarku di dalam batin. Tapi tak mungkin, aku hanyalah mahasiswa biasa. Setidaknya dibandingkan dengan empat temanku yang lain. Jadi, kuputuskan untuk diam saja.
 |
sumber: http://tomandjerry.wikia.com |
"Tikus mati itu membuat nafsu makanku tidak ada, silahkan bagi yang ingin memesan mie atau bubur untuk duluan saja." Kata temanku, si Aleks. Entah dibuat-buat atau memang ia tidak punya keinginan makan, kurasa tikus yang mati tadi hanya jadi alasannya saja.
"Bagaimana pun, tikus mati tadi adalah bukti bahwa mahasiswa sudah jauh dari masyarakat. Lingkungan yang tidaklah begitu jauh dari gerbang kampus, tapi begitu menjijikkan, tidak menggambarkan intelektual mahasiswanya." Badu memulai pembicaraan dengan nada sedikit ditekan, persis seperti ketika ia berkampanye.
Sebenarnya tikus itu tidaklah begitu jauh, aku yang duduk di paling pinggir masih bisa melihatnya. Tapi tidak seperti Aleks, tikus mati tikus hidup tidak dapat mempengaruhi selera makan. Sambil telinga mendengarkan Badu berkoar panjang lebar, aku perhatikan tikus yang terkapar. "Ada sesuatu yang kurang." masih ujar ku di dalam batin, karena aku mahasiswa biasa.
"Kau tidak bisa menyalahkan mahasiswa kampus kita terus, Du!" dengan nada sedikit membentak oleh Dian, perempuan aktifis pusat, memotong pidato Badu. "Memang langkah kita masih kecil, memang jejaknya belum membekas. Tapi lihatlah potensinya, lihatlah bahwa mahasiswa masih peduli!"