"A long time ago in a galaxy far, far away . . ."
Dongeng pada umumnya selalu menceritakan tentang pertarungan dua sisi, gelap dan terang, baik dan jahat, benar dan salah. Untuk penonton dengan sudut pandang biasa akan selalu menjadi korban yang tidak dapat memilih keberpihakan di antara dua sisi tersebut, contohnya kita harus selalu berpihak pada Cinderella karena judul dari dongeng tersebut adalah tokoh yang kehilangan sepatu ini. Bagi yang mencoba alternatif lain, yakni berpihak pada penyihir, maka akan dianggap aneh dan perlu dipertanyakan akal sehatnya. Ini sungguh kejam.
Untuk versi cerita yang lebih tinggi (menurut saya) kita akan menemukan bukan lagi tentang pertarungan dua sisi, tapi tentang pergolakan batin sang tokoh utama beserta perkembangan interaksi ia terhadap tokoh-tokoh lain. Sehingga jika diresapi, kita tidak menemukan tokoh yang benar-benar antagonis. Model cerita seperti ini seringkali kita temukan pada kisah-kisah yang diangkat Pixar ke layar lebar. Walaupun model ini menarik, namun cerita perperangan dua sisi ini selalu memberikan kesan yang lebih dan akan mendapatkan pengikut yang lebih masif. Tak heran
franchise-franchise dongeng modern lebih memilih model cerita seperti ini. Salah satunya adalah Star Wars yang baru saja merilis episode kedelepannya untuk alur cerita utama, The Last Jedi.
 |
www.comicbookmovie.com |
Star Wars adalah fiksi yang sangat konsisten menjaga konflik yang sama di tiap episodenya. Dengan sedikit kocekan, entah kenapa tetap memberikan hype yang sama bagi para penggemarnya. Resistance bersama Jedi Order dalam banyak episode menjadi tokoh protagonis yang berusaha menghentikan kedigdayaan The First Order dan The Sith. Semua dikemas berkali-kali dari trilogi utama 4,5, dan 6 dilanjutkan tilogi prekuel 1, 2, dan 3, dan sekarang sedang berlangsung trilogi 7, 8, dan 9.
Star Wars bagi saya bisa lebih unggul karena konsistennya tadi. Hanya saja, apakah tokoh protagonis bisa selalu kita andalkan?