Minggu, 24 Juli 2016

Valar Morghulis

Jika kamu datang mengunjungi blog ini karena judul postingan ini terasa akrab bagimu, berarti kita sama. Valar Morghulis! Tepat sekali, di postingan pertama saya setelah vakum beberapa bulan ini kita akan membahas suatu film seri yang tidak saya anjurkan untuk menonton, Game of Thrones. Sekali lagi, tidak saya anjurkan untuk menonton. Alasannya akan menyusul di bawah, insyaAllah. Oh ya, sebelum lebih jauh saya ingin berterimakasih kepada Handik, Alvin, Siddiq, dan Adam yang telah secara rutin dan berkala menanyakan "Gak nge-blog lagi, Bal?". Bro, laporan PRD jauh lebih mendesak agar saya merangkai kata demi kata, tapi tak apalah kemampuan satu ini dilimpahkan ke laporan demi laporan. By the way, PRD saya indeksnya A, yah! (source: ol.akademik.itb.ac.id)

source: gameoflaughs.com
Akibat saya seringkali memuntahkan cerita GoT (Game of Thrones) ini kepada rekan-rekan saya secara langsung ataupun di group chat, padahal banyak dari mereka yang belum nonton film ini, yang ada malah ceramah, komunikasi satu arah. Sehingga saya pikir baiknya apa-apa tersebut saya tuangan ke blog ini, itung-itung nambahin postingan. Baik, saya tidak akan mereview film seri yang kebanyakan serinya mendapat rating 10/10 di IMDb dan 100% di Rotten Tomatoes ini, karena sudah banyak sekali yang mereview sampai ke detail-detailnya. Melalui basis ceritanya, novel A Song of Ice and Fire, para expert dapat mengupas kejadian demi kejadian sampai berabad-abad yang lalu atau dapat mengetahui bagaimana nasab keturunan seorang sampai ke leluhur-leluhurnya. Sedangkan saya yang belum membaca novel rasanya sulit diterima review per seasonnya. Tetapi, kali ini, di postingan ini, saya akan mencoba mencari karakter yang bisa jadi favorite untuk saya. Sebisa mungkin kita menghindari spoiler, sebisa mungkin. Menarik. 

***

Berawal dari matinya Jon Arryn, menyebabkan King Robert Baratheon menginginkan Lord Eddard Stark menjadi Hand of The King-nya. Dari sana, Ned Stark mulai menunjukkan tajinya sebagai orang yang baik dan pantas menjadi protagonis utama di film seri ini. "Winter is coming" yang merupakan kalimat milik keluarga Stark memang menjadikan mereka seolah selalu siap. Bagaimana ia dengan berani menentang keinginan King Robert yang ia rasa merupakan suatu kesalahan atau  bagaimana ia berani mengungkap sesuatu yang sangat penting terhadap kelangsungan Seven Kingdom, semua orang terutama saya pasti sepakat bahwa dia jauh lebih keren dari Stark yang satu lagi, yang suka main robot. This is my hero! 

source: picturequotes.com

Oh, dear. Don't say it again. Aturan pertama menonton film ini adalah jangan mengatakan "This is my hero!". Karena kamu tidak sedang menonton film-film dari Marvel yang sebenarnya, lagi-lagi, Stark itu bisa saja meledakkan Captain dan Winter Soldier kapanpun ia mau. Kehilangan tangan? Aaaah, itu juga hanya tangan tambahan yang seharusnya dia sudah tangan bertangan. Di GoT kita tidak hanya akan melihat bagaimana tangan lepas dari tubuh, tapi juga -tentunya- kepala lepas dari leher, bahkan anu lepas dari badan. Seolah-olah tidak ada aturan karakter utama tidak boleh mati. Ini yang menarik. Saya seakan terlepas dari aturan bahwa semua akan baik-baik saja. 
Selain dari "karakter utama" bisa mati (saya tidak mengatakan Ned bakal meninggal, ya! Bahaya spoiler.), alasan lain kenapa kita tidak bisa mengkalim seseorang menjadi hero-nya kita adalah semua bisa berubah. Contohnya saja Arya Stark, salah satu tokoh favorit saya setelah "beliau" mati, di episode-episode awal sangat gemesin tapi saking kesini ia semakin assasin. Jika kamu tabah menonton, kita akan menemukan bagaimana bagaimana petualangannya yang benar-benar keren. Bahkan bisa jadi dibuat film khusus yang mana menceritakan Arya saja, itu saja sudah luarbiasa. Dari petualangannya kita akan menemukan salam "Valar morghulis" (All men must die) yang menjadi aturan dasar dari film ini. Dia benar-benar menjadi favorit saya, tapi kita harus ingat dia bisa saja mati. Bisa saja. 

Ada lagi sosok Jaime Lannister yang di episode-episode awal bukanlah sosok yang gemesin, ya iya lah. Maksudnya bukan tipe tokoh yang bisa jadi calon favorit, dari insesnya atau dari scene ia menyerang Lord Stark. Lannister oh Lannister. Every body hates your house. Tetapi siapa sangka selama ia menjadi sandera, malah mengubah karakter menjadi such of a love person terutama kepada Brienne. Ada spekulasi menarik dari fan bahwa Jaime selalu menjadi baik jika jauh dari adik kesayangannya, Cersei Lannister. Aaah, kita tunggu saja bagaimana reaksinya setelah "BURN THEM ALL!!!!". 

Sementara terjadi perang lima kerajaan, di luar Westeros ada sosok yang benar-benar menarik, Daenerys Targaryen, first of her name, Queen of the Andals and The First Maen, The Unburnt, Khaleesi of the Great Grass Sea, The ................... cukup. Oke, Dany merupakan anak dari Aerys II Targeryen "The Mad King" yang selamat setelah terjadi kudeta oleh Robert Baratheon bersama kakaknya. Setelah lama di pengasingan, ia dan kakaknya mulai menyusun rencan untuk "pulang" dan merebut kembali The Iron Throne. Langkah pertama Viserys di episode pertama adalah menikahkan Dany dengan Khal Drogo pemimpin dari Dothraki yang terkenal dengan kemampuan perangnya yang luarbiasa. Lagi-lagi, Khal Drogo di episode-episode awal meyakinkan kita dia tidak akan terkalahkan, sangat tangguh. Tapi, yah begitu. Valar Morghulis. Memulai segalanya dari awal untuk pulang, Dany berusaha meyakinkan bahwa memang ia yang pantas menduduki Seven Kingdom. Dan muncullah hal-hal luar biasa disini. Kau tahu apa? A cute baby dragon!!

source: tyrionlannister.net
 
Baik, saya rasa terlalu panjang jika membahas satu persatu karakter di GoT ini. Tapi, tunggu! Lihat gambar di atas, perhatikan baik-baik. Seseorang yang punya banyak sekali makna di senyumnya, selalu mengundang teror. Dialah Lord Petyr "Littlefinger" Baelish, kalau boleh dibilang merupakan the biggest problem di tiap episode bahkan dari episode 1, Winter is coming. Seandainya dia tidak memiliki usaha rumah bordir, maka setengah dari keseluruhan adegan tidak enak di GoT juga akan hilang. Oh ya, perlu disinggung bahwa disini selain pembunuhan, mutilasi, minuman keras, dll, juga terdapat adegan-adegan you know lah. Kalau boleh saya beropini bahwa tanpapun scene-scene tersebut tidak akan mengubah jalan cerita. Hati-hati, gaes! 

Memang masalah apa sih yang dibuat Baelish? Semuanya! Sangat-sangat tidak etis saya menyebutkannya karena itu adalah spoiler terbesar. Bahkan bagi penikmat buku A Song of Ice and Fire tidak akan menemukan jawabannya jika tidak menonton tv show. Baelish sangat perfect menjadi aktor intelektual di balik keseruan GoT. Bisa dibilang dialah yang membawa pikiran bahwa tidak ada yang bisa kita percayai di GoT, semua orang bisa jadi adalah orang yang licik. Menarik, seolah-olah dia mengingatkan orang di sekitarnya untuk tidak mempercayai dia sendiri. 
 


Jika benar-benar tidak ada tokoh baik murni (setidaknya di season 6), lebih mudah kita mengklaim semuanya jahat. Sebentar, bagaimana dengan Jon Snow? Aaah, "You know nothing, Jon Snow". Bagaimana dengan Tyrion Lannister? Ada kutipan menarik yang mengatakan bahwa ada dua tipe orang, pertama adalah yang menyukai Tyrion dan yang kedua adalah yang nonton GoT. Bagaimana dengan Brienne? Bagaimana dengan Bran? Bagaimana dengan Sam? Cukup, cukup. Saya tarik ucapan saya tadi, ternyata masih ada tokoh yang baik disini. Tetapi bukan berarti dia adalah karakter utama yang ga boleh mati ya! Semua tergantung Goerge R. R. Martin dan D & D yang menjadi pembuat cerita. 
 
Untuk saat ini, ayolah kita beralih jangan ke tokoh yang baik-baik saja, toh belum tentu ia protagonis. Berbeda dengan film kebanyakan, bisa dikatakan tokoh yang muncul keren di awal adalah tokoh yang ndak boleh hilang sampai akhir, lah ini Ned Stark ga sampai season 2. Eh. Jadi, dari sekian banyak karakter saya lebih menfavorikan Jaime Lannister, The Kingslayer (sekalipun dia bisa mati). Dengan adanya sifat kadang baik kadang buruk, sepertinya ia akan memegang peran penting di season 7. Akankah ia menjadi Kingslayer untuk kedua kalinya? Menarik. Sekian dulu, mungkin lain kali kita lanjut. Ini hanyalah pengantar, winter is coming

Valar Morghulis!

 
"It is the first romantic ballad about incest in Coldplay's career."Liam Neeson



Minggu, 17 Januari 2016

The Power of Your Click

Selamat datang di Kota "Punten"! Semoga lidah ini tidak kaku menyebut "punten" saat berjalan di depan orang lalu dibalas "mangga". Sedangkan di tempat lain kata "maaf" disebut berlebihan dan kata "afwan" disebut tidak cinta tanah air. Sungguh, kami cinta tanah air.

Dalam perjalanan menuju Kota Punten, saya singgah di Ibukota. Menjadi pikiran apakah saya secara dramatis akan menemui jodoh disini. Maaf, kita ulangi.

Dalam perjalan menuju Kota Punten, saya singgah di Ibukota. Menjadi pikiran apakah saya secara dramatis akan menemui kejadian yang sedang ramai dibincangkan di sana. Seperti kata Bang Napi bahwa kejahatan bukan karena ada niat pelaku tetapi juga karena ada kesempatan "Waspadalah! Waspadalah!". Bukan berharap pastinya, tetapi cuma sadar kalau saya mungkin sekali bertemu dengan hal yang mengerikan itu. Mengerikan seharusnya, tetapi di Indonesia malah dijadikan lelucon. Atau mungkin kita memang terbiasa menganggap semua lelucon?

Tentu saja saya tidak akan membahas siapa pelakunya, apa motofnya, kenapa di Sarinah, dan lain sebagainya, biarlah Pak Polisi yang terhormat (dan yang sedang hitz juga) mengurusnya. Sadarlah, data dan pengetahuan kita yang sangat sedikit ini jangan terlalu banyak berspekulasi. Walaupun begitu masih banyak juga teman-teman yang hebat ikut berdebat mengenai hal ini. Tak heran ratusan spekulasi muncul, dari yang (masih saja) menganggap itu lelucon sampai yang menganggap serius.

Secara garis besar, ada dua ledakan kemaren. Pertama jelas adalah ledakan di Sarinah beberapa kali tersebut yang disusul dengan baku tembak serta datangnya kerumunan penonton (eh). Cukup seru. Cukup mendebarkan. Pantas saja orang-orang disana enggan beranjak dan melewatkan adegan demi adegan. Alih-alih bersembunyi, penonton malah asyik berdiri di pinggiran tanpa tameng dan baju anti-peluru, jauh berbeda dengan Pak Polisi yang bertamengkan mobil. Adalagi penjual sate dan penjual-penjual lainnya yang tetap melaksanakan tugasnya walaupun suasana cukup mencekam. Mencekam? Mungkin saya yang terlalu lebay menyebutkan kata "mencekam" diatas, padahal mungkin faktanya adem ayem saja. Aaah kita tidak tahu.

Nah, Semua komponen diatas membuat suatu ledakan baru di berbagai media lainnya. Ini baru benar-benar meledak. Saya termasuk yang yang tidak tahu melalui TV, tetapi dari hashtag. Iya, hashtag. Dari hashtag baru saya mulai mencari ke berbagai media. Selain broadcast mengenai hashtag tersebut, ternyata kali ini ada kontra-nya. Maksudnya ada sebagian yang menganggap bahwa ikut-ikutan hashtag malah memberi banyak dampak negatif dari segi perekonomian. Setelah kontra itu, adalagi muncul kontranya kontra hashtag. Jelas tujuannya adalah membantah tuduhan dampak negatif tersebut. Efeknya luarbiasa bukan?

Saya sendiri bagaimanapun bukan bagian dari yang buat hashtag maupun yang kontra hashtag. Terlalu banyak kejadian dan tempat yang seharusnya kita buat #PrayFor......... Saya merasa tidak cukup adil ketika ikut-ikutan hashtag padahal jauh disana ada negara yang ledakan bom layaknya pesta tahun baru, tapi dengan tahun barunya bisa tiap minggu bahkan tiap hari. Bagaimana juga dengan negara yang tidak ada yang ingin meneror karena mereka telah terteror dengan kurang makan, air, pendidikan, dan sebagainya. Belum lagi pribadi-pribadi yang banyak sekali perlu dikasihani, belum dapt pekerjaan, belum bisa bayar hutang, belum dapat jodoh, gagal jadi sesuatu, nilai jelek, aaaah terlalu banyak. Pada tanggal terjadi bom itu sendiri sangat banyak kejadian yang bisa dijadikan hashtag (salah satunya adalah meninggalnya Alan Rickman). Masih banyak lagi kan? Ya tidak perlu disebutin.

Bayangkan jika tiap kejadian, tiap becana, tiap teror yang terjadi lalu saya buat status. Hmm.. Itu bukan tipe saya banyak buat status. Apalagi ganti foto profil, sangat jarang. Ini bukan masalah peduli atau tidak peduli, bukan masalah support atau tidak support, juga bukan masalah mendukung siapa atau siapa. Saya hanya khawatir berlaku tidak adil, khawatir jika suatu kejadian yng kita "share" benar-benar semacam lelucon, khawatir jika saya ikut-ikutan "share" malah menambah pelik masalah. Bukan tugas saya menganalisa kejadian, bukan juga tugas saya menghebohkan suatu kejadian. Ini bukan siapa yang salah dan siapa yang benar, tapi mungkin sejenak sebelum 'share' kita bertanya "Haruskah?".

Terakhir, saya ingin mengutip status saya di salah satu media sosial

Banyak sekali hal-hal yang belum dipikirkan terjadi setelah kita menekan tombol share atau like (yang otomatis juga menjadi tombol share) terhadap suatu post. Mungkin harusnya ada pertanyaan di dialog box: "Apakah anda yakin untuk membagikan ini (dan tidak menimbulkan masalah)?"



Selamat datang di Kota "Punten"! Semoga lidah ini tidak kaku menyebut "punten" saat ada yang tersinggung dengan postingan ini, ada baiknya memberi kritikan dan saya ucapkan "mangga". Sedangkan di tempat lain kata "maaf" disebut berlebihan dan kata "afwan" disebut tidak cinta tanah air. Sungguh, kami cinta tanah air.




Iqbal Rahmadhan
yang baru sampai di Kota Punten